TOP-NEWS.co.id – Tangan mengepal adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, perlawanan terhadap kezaliman, dan perlawanan terhadap para penjajah.
Kata itu yang dilontarkan Bupati Luwu Timur, H. Budiman dalam momentum peringatan Hari Pahlawan Nasional yang diperingati tiap tahunnya yang bertepatan 10 November.
Mengenang Hari Pahlawan Nasional, Budiman kembali mengingatkan sejarah perlawanan arek-arek Suroboyo dengan bambu runcing.
“Hanya dengan bambu runcing dan semangat perlawanan itulah arek-arek Suroboyo berhasil mengusir tentara sekutu pada pertempuran Surabaya 10 November 1945” kata Budiman mengingatkan sejarah perlawanan 10 November, Rabu (9/11/2022).
Dengan adanya peristiwa itu, kata Budiman akan dikenang setiap tahunya dalam dalam peringatan hari Pahlawan Nasional. Dengan tujuan dan harapan agar generasi penerus mengingat kembali peristiwa itu.
“Hari ini, peristiwa itu kita kenang kembali sebagai peristiwa bersejarah yang membuat seluruh generasi penerus bangsa ini tetap bisa menghirup udara kemerdekaan sampai saat ini,” ungkap orang nomor 1 di Luwu Timur itu.
Budiman mengatakan makna hari pahlawan mengajarkan keteladanan bagi rakyat Indonesia dengan meneladani nilai kepahlawanan seperti pantang menyerah, kejujuran, kegigihan dan semangat perjuangan.
“Masyarakat juga bisa mempertahankan kemerdekaan dengan belajar yang tekun atau meraih prestasi di bidang yang diminati. Dengan memperingati Hari Pahlawan, kita mengenang dan menghormati jasa para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” himbunya.
Dengan momentum ini pula Budiman juga menyampaikan selamat hari Pahlawan Nasional, pahlawanku teladanku.
“Saya bupati Luwu Timur, H Budiman mengucapkan selamat hari Pahlawan Nasional 10 November 2022. Semangat perlawanan para Kusuma bangsa mengusir penjajah di masa itu harus terus menyala hingga saat ini. Kita warisi apinya bukan abunya, pahlawanku teladanku,” pungkasnya.
Sejarah Hari Pahlawan
Sejarah Hari Pahlawan diperingati karena pertempuran Surabaya. Melansir ditsmp.kemdikbud.go.id, pada tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang merupakan pertempuran besar antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Inggris.
Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pertempuran Surabaya juga merupakan pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia, yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya.
Bentrokan-bentrokan tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (Pimpinan Tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada 30 Oktober 1945.
Pertempuran Surabaya
Kematian Jendral Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby yaitu Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945.
Ultimatum tersebut meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
Ultimatum tersebut juga disertai ancaman akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila orang-orang Indonesia tidak mentaati perintah Inggris.
Mereka juga mengeluarkan instruksi yang isinya bahwa semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan.
Namun ultimatum itu tidak ditaati oleh rakyat Surabaya, sehingga terjadilah pertempuran Surabaya yang sangat dahsyat pada tanggal 10 November 1945, selama lebih kurang tiga minggu lamanya.
10 November Sebagai Hari Pahlawan
Medan perang Surabaya kemudian mendapat julukan “neraka” karena kerugian yang disebabkan tidaklah sedikit. Pertempuran tersebut telah mengakibatkan sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar adalah warga sipil.
Selain itu diperkirakan 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya dan tercatat sekitar 1.600 orang prajurit Inggris tewas, hilang dan luka-luka serta puluhan alat perang rusak dan hancur.
Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itu, serta semangat membara tak kenal menyerah yang ditunjukkan rakyat Surabaya, membuat Inggris serasa terpanggang di neraka dan membuat kota Surabaya kemudian dikenang sebagai Kota Pahlawan.
Kemudian, tanggal 10 November diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Pahlawan sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan pengorbanan para pahlawan dan pejuang.(*)