LUTRA | TOPNEWS.co.id – Bencana banjir di Luwu Utara seolah menjadi persoalan klasik yang terus menghantui masyarakat, khususnya di wilayah yang rawan terkena dampak banjir sungai Rongkong dan sungai Masamba. Yang disebut terakhir, mungkin menjadi persoalan baru, dan tentunya butuh penanganan yang komprehensif. Dan saat ini dinas teknis terkait terus melakukan kajian penanganannya untuk segera ditindaklanjuti.
Bagaimana dengan upaya penanganan banjir di sungai Rongkong? Persoalan banjir sungai Rongkong ini menjadi persoalan yang klasik. Sama klasiknya dengan persoalan banjir di Jakarta yang juga setiap tahun melanda ibu kota negara tersebut.
Bagaimana tidak, banjir sungai Rongkong pasti akan berdampak juga di wilayah pesisir, seperti Malangke Raya, dalam hal ini Kecamatan Malangke dan Malangke Barat (Malbar).
Bagaimana seharusnya Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara menyikapi persoalan banjir di sungai Rongkong ini, dan bagaimana cara dan upaya penanganan yang harus dilakukan? Upaya penanganan pasti terus dilakukan, mulai dari penanganan jangka pendek sampai penanganan jangka panjang.
Mulai dari normalisasi sungai sampai kepada upaya pembangunan bendung sungai Rangkong yang hingga saat ini masih terus dilakukan.
“Untuk penanganan jangka panjang banjir sungai Rongkong, memang butuh waktu yang panjang pula, sebab penanganan sungai Rongkong ini tidak akan mampu jika hanya mengandalkan APBD Kabupaten Luwu Utara saja,” kata Kepala Dinas PUPR, Suaib Mansur, Selasa (30/6/2020), di Masamba.
Untuk itu, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberan (BBWSPJ) Kementerian PUPR.
“Pihak BBWSPJ Kementerian PUPR Republik Indonesia telah melakukan survei dan penelitian terhadap daerah aliran sungai Rongkong, dan Kementerian PUPR melalui BBWSPJ telah memberikan lampu hijau untuk dilakukannya pembangunan bendungan sungai Rongkong dan saluran daerah irigasi yang meliputi beberapa kecamatan melalui dana APBN dengan nilai sekitar Rp 2 Triliun,” ungkap Suaib Mansur.
Tapi, kata dia, usaha ini mendapat penolakan, sehingga BBWSPJ menghentikan penelitiannya terhadap daerah aliran sungai Rongkong. Segala upaya yang coba dilakukan selalu saja menemui ujian. Namun, pihaknya tak pernah berputus asa.
“Upaya sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat terus kita lakukan agar informasi tentang keberadaan bendungan sungai Rongkong sesungguhnya tidak akan merugikan masyarakat,” jelas Suaib.
Suaib mengatakan, segala upaya terus dilakukan, khususnya berkoordinasi dengan pihak provinsi dan pusat untuk penanganan jangka panjang sungai Rongkong.
“Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, semua pasti butuh proses. Saat ini kami hanya berharap dukungan semua pihak agar saling memberi informasi dan edukasi yang sehat kepada masyarakat, tentang rencana pembangunan bendung sungai Rongkong,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Muslim Muhtar, mengatakan bahwa penanganan sungai Masamba dan Rongkong dalam upaya penanggulangan dampak banjir di Malangke Raya terus dilakukan.
“Dari laporan intansi terkait telah dilakukan penanganan secara parsial sepanjang 7.950 meter, baik berupa normalisasi, perbaikan tanggul maupun pembuatan saluran pembuangan,” kata Muslim.
Kendati demikian, ia tidak menampik kalau penanganan tersebut tidaklah mudah, mengingat faktor curah hujan dan tingginya produksi sedimen, ditambah lagi kondisi wilayah Malangke yang merupakan hilir menjadi limpasan dari sungai-sungai besar tentu cukup memengaruhi kondisi sungai dan umur tanggul.
“Penyempitan sungai disebakan sebagian dimanfaatkan sebagai area bercocok tanam, sehingga ruang dan pertahanan sungai menjadi lemah pada saat menerima curah hujan yang tinggi,” terangnya.
Menyangkut penyaluran bantuan logistik, ia memahami bahwa upaya tersebut memang bukan solusi penanganan banjir. Meski begitu, lanjut dia, penyaluran bantuan logistik adalah perintah Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, bahwa pada kondsi tanggap darurat, pemerintah daerah wajib memberikan bantuan kebutuhan dasar kepada korban yang terdampak.
“Kami intens berkoordinasi dengan BBWSPJ yang memiliki kewenangan pengelolaan sungai besar di Luwu utara untuk penanganan sungai secara maksima,” pungkasnya.
Sekadar informasi, penjelasan Kadis PUPR dan Kalaksa BPBD ini sekaligus menjawab dan menanggapi Surat Terbuka Rival Rinaldi, salah seorang aktivis di Kabupaten Luwu Utara, yang pada 26 Juni 2020 mengirim Surat Terbuka kepada Bupati Luwu Utara, yang mempertanyakan upaya apa yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara dalam mengatasi persoalan banjir yang terjadi di Malangke dan Malangke Barat. (LH)